Jumat, 30 Desember 2016

Faktor-faktor yang mempengaruhi pergaulan remaja



Dalam melakukan sosialisasi dengan lingkungannya ada remaja yang mudah bergabung dalam pergaulannya ada juga yang lebih memilih untuk berdiam diri saja dirumah. Ada beberapa fakor yang mempengaruhi pergaulan remaja :
     
     1.    Kondisi fisik
Dalam bergaul seseorang yang memiliki penampilan fisik yang ideal akan cenderung lebih percaya diri. Mereka biasanya mempunyai standar tertentu tentang sosok fisik yang ideal. Misalnya, berpostur tinggi, langsing, berkulit putih. Namun tentu saja tidak semua remaja memiliki kondisi fisik yang ideal. Karenanya, remaja harus belajar untuk menerima bagaimana pun kondisi fisiknya. Yang terpenting adalah  kecantikan sesungguhnya bersumber dari hati nurani , akhlak, serta pribadi yang baik.

     2.    Kebebasan emosional
Setiap remaja ingin memperoleh kebebasan emosional. Seperti ingin bebas dalam melakukan apa saja yang mereka sukai dan ingin pendapat atau pemikirannya di akui serta disejajarkan dengan orang dewasa. Jika terjadi perbedaan pendapat antara orang tau dan anak, maka pendekatan yang lebih demokratis dan terbuka akan terasa lebih bijaksana. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah saling memahami dan menghargai sudut pandang satu sama lainya. Jadi antara orang tua dan anak bisa menempatkan dirinya untuk saling mengerti agar permasalahan bisa terselesaikan dengan baik.

     3.    Interaksi sosial
Kemampuan untuk melakukan interaksi sosial juga sangat penting dalam membentuk konsep diri yang positif, sehingga seseorang mampu melihat dirinya sebagai orang yang kompeten dan disenangi lingkungannya.

     4.    Pengetahuan terhadap kemampuan diri
Setiap kelebihan atau potensi yang ada didalam diri manusia harus terus dikembangkan agar potensi tersebut dapat terarahkan dengan benar. Dengan mengetahui dan menerima kemampuan diri secara positif, seorang remaja diharapkan mampu untuk mengambil keputusan dengan tepat.

     5.    Penguasaan diri terhadap nilai-nilai moral dan agama
Willian James, seorang psikolog yang mendalami psikolog agama, mengatakan bahwa orang yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai agama cenderung mempunyai jiwa yang lebih sehat. Kondisi tersebut ditampilkan dengan sikap yang positif, optimis,  spontan, bahagia, serta penuh gairah dan vitalitas. Sebaliknya, orang yang memandang agama sebagai suatu kebiasaan yang membosankan atau perjuangan yang berat dan penuh beban akan memiliki jiwa yang sakit. Dia akan dihinggapi oleh penyesalan diri, rasa bersalah, murung, serta tekanan. Jika seseorang sudah menguasai nilai-nilai moral dan agama maka ia pun akan mudah dalam mengontrol diri.

Sekian informasi yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat.

 
Referensi : Mulyaningtyas, B.Renita dan Hardiyanto, Yusuf P. 2007. Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar