Selasa, 06 Desember 2016

konselor sebagai kualifikasi pendidik



Secara yuridis keberadaan konselor dalam system pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong, tutor sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat 6 UUNo. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional.  Tetapi konteks tugas konselor berbeda dengan guru mata pelajaran yang menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan, sedangkan konselor tidak menggunakan materi pembelajaran sebagi konteks layanan sehingga merupakan sosok layanan ahli yang unik. Dalam ketentuan perundangan tidak ditemukan pasal dan ayat yang membahas standar kompetensi yang khas yang dapat diberlakukan oleh konselor. Hal ini lah yang membuat kerancuan mengenai konteks tugas konselor.
Jika kita mengamati kurikulum 1975, ada pelajaran berharga yang dapat kita petik yang secara konseptual telah tepat memetakan jenis wilayah layanan dalam system persekolahan dengan mengajukan tiga wilayah layanan, yaitu :
      a.       Administrasi dan manajemen
      Yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah serta jajarannya
      b.      Kurikulum dan pembelajaran
      Yang dilakukan oleh Guru
      c.       Bimbingan dan konseling
      Yang dilakukan oleh Konselor

Akan tetapi , integritas layanan bimbingan dan konseling justru dicederai melalui kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, dimana diperkenalkannya Materi Perkembangan Diri yang dinyatakan berada diluar kelompok mata pelajaran dan dikaitkan dengan “konseling”, sehingga timbul kesan bahwa konselor adalah pendidik yang diamanati untuk menyampaikan materi pengembangan diri serta dipertanggungjawabkan melakukan penilaian pada akhir tiap kegiatan penyampaian materi, sehingga berdampak menyamakan ekspetasi kinerja konselor yang secara hakiki tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan . jika dicermati yang menjadi akar permasalah yang menimbulkan kekisruhan konseptual ini adalah ditetapkannya Materi Pengembangan diri yang dinyatakan berada diluar kelompok mata pelajaran , yang penyampaiannya diisyaratkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling sehingga menuntut konselor untuk melakukan tugas dengan cara yang dilakukan guru mata pelajaran.
Jika kita melihat kurikulum 1994, ada ruang gerak bagi layanan ahli bimbingan dan konseling dalam system persekolahan di Indonesia, sebab salah satu ketentuannya adalah mewajibkan tiap sekolah untuk menyediakan 1 orang konselor untuk setiap 150 peserta didik, meskipun pada kenyatannya 1 orang konselor menangani hampir semua peserta didik yang ada dalam suatu sekolah, walalupun ada pihak yang juga turut membantu atau bekerja sama dengan konselor dalam hal ini. Meskipun konteks tugas konselor berbeda dengan guru, namun itu tidak dijadikan pemisah diantaranya melainkan harus bekerja sama saling bahu membahu untuk menghasilkan lulusan yang memiliki karakter yang kuat.


Sumber : Buku Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal


Tidak ada komentar:

Posting Komentar